Scenario 1 BLOK 10 ,BELAJAR SAMBIL BERBAGI
PENDERITA SINDROM
KLINEFELTER
Sindrom itu sendiri adalah himpunan gejala atau tanda yang terjadi serentak (muncul
bersama-sama) dan menandai ketidaknormalan tertentu; hal-hal (seperti emosi
atau tindakan) yang biasanya secara bersama-sama membentuk pola yang dapat diidentifikasi (KBBI online)
Sindrom klinefelter (SK) adalah kelainan bawaan pada pria yang dapat memengaruhi perkembangan fisik
serta intelektual dalam bersikap dan berperilaku.
Biasanya, wanita memiliki dua kromosom X (XX). Sementara pria
memiliki kromosom X dan Y (XY). Namun dalam kasus yang jarang terjadi, seorang
pria bisa diahirkan dengan jumlah
kromosom X yang berlebihan. Nah, kelebihan kromosom X pada pria inilah yang menjadi penyebab
sindrom klinefelter. Pria dengan kondisi ini mungkin tidak mengalami
masa pubertas sebagaimana mestinya. Sebaliknya, pria yang mengidap sindrom ini
justru memiliki beberapa karakteristik wanita.
PENYEBAB SK
Kromosom seks tambahan pada SK merupakan akibat nondisfungsi pada proses meiosis (gametogenesis parental),
yang dapat berasal dari paternal (50-60% kasus)
atau maternal (meiosis maternal I menyebabkan
34,4% kasus, meiosis maternal II menyebabkan 9,3% kasus). Nondisfungsi dapat
juga disebabkan kegagalan pembelahan
pada saat mitosis dalam zigot (3,2% kasus).
NOTE : Kelebihan kromosom X pada laki-laki
terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis (meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan gamet) pada salah satu orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang kromosom seks untuk memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya, sepasang kromosom tersebut akan diturunkan
kepada sel anaknya,sehingga terjadi kelebihan kromosom seks pada anak.
Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada ayah, dan 60% kemungkinan
terjadi pada ibu. Sebagian besar penderita sindrom klinefelter memiliki
kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki kromosom XXXY, XXXXY, XXYY, dan
XXXYY.
|
Kromosom X tambahan tersebut merupakan suatu masa berkromatin, yang disebut sebagai Barr body. Barr body terdapat di dalam
inti sel somatik, namun belum diketahui dengan tepat bagaimana kromosom
tambahan ini dapat menyebabkan kegagalan testikular.
Pendekatan
diagnosis SK atas dasar kombinasi beberapa gejala klinis. Hipogonadisme sebagai karakteristik SK, mempunyai
berbagai bentuk kelainan fisis, hormonal, dan perkembangan. Gambaran klinis
dapat bervariasi menurut usia. Abramsky dan Chapple melaporkan bahwa hanya 10% kasus SK yang dapat diidentifikasi pre-natal dan 26% kasus didiagnosis pada masa anak atau dewasa, sedangkan sisanya (64%) tidak terdiagnosis. Suatu studi besar di Denmark menyatakan SK
banyak yang tidak terdiagnosis, dan kurang dari 10% kasus yang dapat ditegakkan
sebelum usia pubertas.
*(Hipogonadisme adalah suatu kondisi ketika hormon
seksual yang dihasilkan oleh kelenjar seksual (pada pria disebut testis dan
pada wanita disebut ovarium) berada di bawah jumlah normal)
FAKTOR-FAKTOR SK
Apa yang meningkatkan risiko TERJADI sindrom klinefelter?
Sindrom ini berasal dari peristiwa genetik
acak. Risiko seorang anak yang lahir dengan sindrom ini tidak meningkat oleh
apa pun yang dilakukan orangtuanya.
Meski faktor pemicunya tidak diketahui secara
jelas, namun wanita yang hamil di usia lebih tua, berisiko melahirkan anak
dengan kondisi ini.
GEJALA SK
Beberapa pasien dapat mempunyai semua gejala klinis klasik kelainan ini (diurutkan dari yang paling
sering timbul) yaitu infertilitas,
volume testis kecil, kurangnya rambut-rambut pada wajah dan pubis, ginekomastia, dan ukuran penis yang lebih kecil. Gejala klinis yang paling penting
adalah volume testis yang kecil dan teraba keras. Kelainan fisis pada SK
sering muncul setelah mulainya pubertas.
*(Ginekomastia adalah pembesaran jaringan kelenjar payudara yang terjadi
pada pria. Pembesaran disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon estrogen dengan
testosteron. )
NOTE : Testis yang
kecil diakibatkan oleh sel germinal testis dan sel
selitan (interstital cell) gagal berkembang secara normal. Sel
selitan adalah sel yang ada di antara sel gonad dan dapat
menentukan hormon seks pria.
|
DIAGNOSIS
Diagnosis SK
ditegakkan melalui analisis kariotip kromosom
yang dapat dilakukan in utero dengan
bahan cairan amnion, yang biasanya dilakukan secara rutin pada wanita yang
hamil dalam usia yang lebih tua. Jika diagnosis tidak ditegakkan sejak pre-natal, laki-laki 47, XXY dapat menunjukkan gejala klinis yang berkembang sesuai usia.
Pada masa bayi, pasien akan terdiagnosis
setelah analisis kromosom
dilakukan pada bayi yang datang dengan
keluhan hipospadia, phallus kecil, atau kriptorkidisme.
*(Hipospadia
adalah kondisi di mana uretra tidak berada di posisi yang normal. Uretra
merupakan sebuah saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan ujung penis.
Dalam kondisi normal, lubang uretra terletak tepat di ujung penis untuk
mengeluarkan urine. Tetapi pada pengidap hipospadia, lubang uretra justru
berada di bagian bawah penis.)
*(Kriptorkidisme adalah kegagalan dari satu atau kedua testis untuk turun
dari rongga abdomen ke dalam skrotum pada waktu bayi. Hal tersebut dapat
ditangani dengan pemberian hormon human chorionic gonadotropin untuk merangsang
terstoteron. Jika belum turun juga, dilakukan pembedahan.)
Pada masa anak, pasien datang dengan keluhan keterlambatan perkembangan, terutama keterlambatan
berbicara.
Pada usia sekolah, pasien dapat terdeteksi
akibat adanya keluhan kesulitan
belajar, gangguan tingkah laku atau
sosial.
Pada usia remaja, SK akan terdeteksi
setelah dilakukan evaluasi endokrin
pada keadaan pubertas terlambat atau tidak sempurna dengan bentuk tubuh eunukoid, ginekomastia, dan ukuran testis yang kecil.
Pasien yang telah dewasa biasanya datang dengan keluhan infertilitas atau keganasan payudara. Pasien SK dapat
mengalami perkembangan seksual yang normal sebelum pubertas dan memasuki
pubertas sesuai waktu dengan fungsi hipofisis-gonadal yang normal. Hal ini
dimungkinkan karena pada saat mengalami spermarke (“mimpi basah”), fungsi
testikular pasien SK masih relatif normal. Degenerasi
testis akan terjadi dengan cepat
pada saat pubertas hingga tercapai hialinisasi lengkap
tubulus seminiferus, degenerasi sel Sertoli, dan hiperplasia sel Leydig pada
saat dewasa.
Testis dapat teraba lebih keras karena
terjadi fibrosis tubulus seminiferus.
Gambaran klinis berupa volume testis yang lebih kecil dan teraba lebih keras
ini hampir selalu ada pada SK. Pada saat
pubertas karakteristik skeletal
mulai terlihat, oleh sebab itu, perhatian khusus pada pemeriksaan bentuk tubuh (body habitus) sangat diperlukan dalam
penegakkan diagnosis. Pasien biasanya terlihat lebih tinggi dari rata-rata
akibat ukuran tungkai bawah yang lebih panjang dan disertai rentang lengan
lebih panjang 2 cm atau lebih dari tinggi badan. Bentuk tubuh seperti ini
disebut eunukoid. Peningkatan ukuran segmen bawah tubuh (jarak simfisis pubis
ke tumit) timbul sebelum pubertas dan bukan disebabkan secara primer akibat
penutupan epifisis yang terlambat karena defisiensi androgen, tetapi karena
perbedaan kecepatan tumbuh secara fundamental yang timbul akibat adanya
kromosom X tambahan. Akibatnya tinggi badan pasien SK sering melebihi tinggi
potensial genetiknya.
Fungsi endokrin testikular yang
sudah menurun sejak janin, fungsi hipofisis-gonadal pasca-natal pasien SK dapat
normal hingga pubertas. Baru setelah
usia 12-14 tahun, terjadi peningkatan
kadar FSH dan LH. Kadar
testosteron pada saat itu dapat berada pada nilai batas bawah sampai di bawah
normal. Pemantauan kadar testosteron berkala setiap 3-6 bulan diperlukan untuk
memulai substitusi testosteron bila telah terjadi hipogonadisme. Beberapa laporan
pengamatan jangka panjang menyatakan bahwa pasien SK lebih sering mengalami kesulitan akademis. Kepribadian pasien SK juga
sangat bervariasi. Suatu studi menggambarkan lakilaki 47, XXY pasif, tidak
matang, tertutup, sensitif, pendiam, dan sulit bergaul dengan teman sebaya.
TERAPI SK
NOTE PENCEGAHAN : Gejala
klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan
deteksi sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom
ini kadang-kadang dapat diturunkan dari ayah penderita klinefelter ke
anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi sebelum-kelahiran. Sebagian
kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan
memiliki keturunan karena adanya mosaiksisme(mosaicism),
yaitu adanya campuran sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel normal
tetap memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Semakin cepat dideteksi,
penderita klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum
memasuki dunia sekolah. Tindakan pencegahan lain yang harus dilakukan adalah
uji kemampuan mendengar dan melihat, dan terapi fisik untuk mengatasi
masalah motorik dan
keterlambatan bicara. Terapi hormon testosteron pada
usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan pencegahan keterbelakangan
perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria penderita klinefelter.
|
Belum diketahui apakah terapi sulih hormon (hormonal replacement
therapy) yaitu androgen, secara lebih dini yaitu pada onset pubertas dapat
memperbaiki hipogonadisme pada pasien SK. Jika diberikan, maka terapi sulih
androgen berlangsung seumur hidup. Terapi
sulih testosteron tidak memperbaiki keadaan infertilitas, ginekomastia, dan
ukuran testis yang kecil, namun dapat mengatasi
defisiensi androgen. Akan nampak peningkatan rambut-rambut di wajah dan
pubis, distribusi lemak tubuh menjadi lebih maskulin, pemikiran yang lebih
terarah, meningkatkan rasa percaya diri, mengurangi kelemahan tubuh dan
iritabilitas, serta akan meningkatkan libido, dan kekuatan tulang setelah
mendapat terapi sulih testosteron.
Testosteron juga mempunyai efek
jangka panjang untuk mengurangi risiko osteoporosis, penyakit autoimun, dan
keganasan payudara. Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada pasien SK
adalah gangguan endokrin (diabetes mellitus, hipotiroid, dan hipoparatiroid), keganasan
(karsinoma payudara, limfoma non-Hodgkin), penyakit autoimun (lupus
eritematosus sistemik, sindrom Sjögren, dan artritis reumatoid), gangguan
intelektual dan psikiatri (keterlambatan bicara dan berbahasa, berkurangnya
daya ingat, ansietas, neurosis, psikosis dan depresi), dan tromboemboli
(varises vena, trombosis vena dalam, dan emboli paru akibat stasis vena).
PENGOBATAN : Beberapa pengobatan paling umum untuk sindrom klinefelter adalah
melakukan terapi hormon untuk membantu pembentukan karakteristik seksual
sekunder laki-laki. Testosteron, diberikan sebagai suntikan atau patch pada
kulit, menyebabkan perkembangan otot laki-laki normal dan merangsang
pertumbuhan rambut (jenggot, ketiak, dan rambut kelamin).
Ginekomastia
dapat diobati dengan pembedahan (pengangkatan payudara). Benjolan di payudara
harus diperiksa untuk memeriksa adanya kanker payudara.
Osteoporosis
dapat diobati dengan pemberian testosteron ditambah dengan cukup kalsium
dan vitamin D serta latihan beban biasa.
|
SUMBER:
Tambahan bonus :
Siklus sel
Siklus sel adalah fungsi sel yang
paling mendasar berupa duplikasi akurat sejumlah besar DNA di
dalam kromosom, dan kemudian memisahkan hasil duplikasi tersebut
hingga terjadi dua sel baru yang identik.[1]
Siklus sel yang berlangsung kontinu dan berulang
(siklik), disebut proliferasi.
Keberhasilan sebuah proliferasi membutuhkan transisi unidireksional dan teratur
dari satu fase siklus
sel menuju fase berikutnya. Jenjang reaksi
kimia organik yang
terjadi seyogyanya diselesaikan sebelum jenjang berikutnya dimulai. Sebagai
contoh, dimulainya fase mitosis sebelum
selesainya tahap replikasi DNA akan
menyebabkan sel tereliminasi.
Jenjang reaksi yang terjadi pada siklus sel, sangat
mirip dengan relasi substrat-produk dari sebuah lintasan metabolik. Produk dari
sebuah jenjang reaksi akan berfungsi sebagai substrat pada
jenjang berikutnya, demikian pula dengan laju reaksi jenjang yang pertama akan
menjadi batas maksimal laju reaksi pada jenjang berikutnya.
Transisi antara jenjang reaksi ditentukan oleh
lintasan pengendali ekstrinsik dan intrinsik yang terdiri dari beberapa
cekpoin, sebagai konfirmasi selesainya reaksi pada suatu jenjang sebelum
jenjang berikutnya dimulai. Kedua lintasan kendali dapat memiliki cekpoin yang
sama.
Lintasan kendali instrinsik akan menentukan setiap
tahap berjalan sebagaimana mestinya. Fasa S, G2 dan M
pada sel mamaliadikendalikan
oleh lintasan ini, sehingga waktu yang diperlukan untuk fase tersebut, tidak
jauh bervariasi antara satu sel dengan sel lain.
Lintasan kendali ekstrinsik akan berfungsi sebagai
respon terhadap kondisi di luar sel atau telisik defisiensi sel.
Defisiensi lintasan kendali intrinsik seringkali
menyebabkan kanker. Penyimpangan pada protein yang mengendalikan
cekpoin siklus fase sering ditemukan pada penderita kanker.
BY : RANAH MEWARNAI
"sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain"
file dalam bentuk pdf bisa di akses melalui : https://ranahmewarnai.blogspot.com/2019/02/bahas-tuntas-penderita-sindrom.html
file dalam bentuk pdf bisa di akses melalui : https://ranahmewarnai.blogspot.com/2019/02/bahas-tuntas-penderita-sindrom.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar