“belajar
sambil berbagi,sebaik-baik manusia ialah yang paling banyak manfaatnya bagi
orang lain”
By
: RANAH mewarnai
Imonologi
(hubungan
daya tahan tubuh dengan alergi)
Bapak
X datang ke Apotek RANAH untuk membeli obat karena merasakan gatal-gatal pada sekujur
tubuhnya setelah makan udang. Selama ini bapak X mengkonsumsi suplemen yang
dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Oleh karena itu, Bapak X mengira dia telah
sembuh dari alergi yang dideritanya sehingga dia mau makan ketika ditawari
udang oleh temannya. Bapak X meminta dipilihkan obat yang tidak menimbulakan
kantuk karena pekerjaannya seebagai sopir bus, bagaimana sikap kalian selaku
APOTEKER di Apotek RANAH ???
Beranjak dari kasus diatas, kita
selaku Apoteker harus tahu penyebab terjadinya alergi dan apakah alergi bisa
disembuhkan dengan suplumen peningkat daya tahan tubuh???, adakah hubungan
alergi dengan daya tubuh manusia??? Dan bagaimana kita mengedukasi pasien
terkait permasalahan diatas???
Mungkin kebanyakan kalian tidak
menyadarinya, bahwa tubuh kita adalah ekosistem yang berjalan. Contohnya saja: Di
folikel bulu matamu itu terdapat Minuscule dan tungau Demodex berkaki
delapan. Selain itu, gigi, lidah, kulit dan ususmu terdapat banyak bakteri
mikroskopis. Sehingga Bisa dibilang, tubuh kita itu hidup bersama lebih dari 90
triliun mikroba dengan harmonis. Tapi Kita tidak pernah merasa khawatir saat melakukan aktivitas, saat hendak mau keluar
rumah, itu semua karena ALLAH yang maha baik, dibuatnya kita tidak bisa melihat
triliun mikroba yang ada disekitar kita, sehingga kita tidak perlu jijik saat
masuk kamar mandi, masuk dapur, bertemu teman karena kita tidak melihat bentuk
mikroba yang ada disekitar kita, bisa jadi ALLAH jadikan kita bisa melihat itu
semua mungkin tidak aka nada orang yang mau keluar rumah karena penuh dengan
mikroba, bisa jadi kita tidak akan memakan makanan yang ada didapur saat kita
lapar karena kita tahu makanan kita ada mikrobanya (merepotkan bukan???). TAPI sungguh
sempura yang ALLAH ciptakan, yang mengatur sedemikian detailnya kehidupan manusia
dengan sempurna tanpa cacat. maka dapat kita ambil pelajaran “ bahwa tidak
semua yang kita anggap itu sebagai keterbatasan bagi kita itu buruk, bisa jadi
Allah jadikan kita memiliki keterbatasan agar kita selalu berharap dan meminta
pada ALLAH yang memiliki kekuasaan tanpa batas”
Namun keharmonisan itu bisa musnah saat ada selisih ketika ada kutu
rambut, kutu bangsat, pinjal, Herpes simplex, atau Human
papillomavirus yang membuat permukaan membran rusak/kutil atau bahkan
bakteri/virus dll masuk ke dalam tubuh. Mungkin Kamu bisa saja langsung
minum obat untuk mengatasinya. Akan tetapi, tahukah kalian bahwa ALLAH
menciptakan manusia dengan sempurna. setelah mikroba/virus/pathogen dll
berhasil masuk kedalam tubuh manusia. telah ALLAH siapkan system imun/
kemampuan tubuh dalam memproses untuk mempertahankan tubuh agar tetap sehat
dari berbagai macam organisme/toksin, yang cendrung merusak jaringan dan organ.
Tahukah kalian, bahwa di dalam
darah kita itu terdapat sel yang bertugas dalam system imun. Hal ini berasal dari BONE MARROW (sumsum tulang).
dimana sumsum tulang ini berfungsi memproduksi imun, juga berfungsi dalam
menghasilkan sel darah. Ibarat kata sumsum tulang ini merupakan pabriknya. sel
sebelum masuk ke peredaran darah akan dilakukan proses maturasi dan seleksi jika sel berhasil dan lulus seleksi maka sel
masuk ke dalam peredaran darah atau jaringan. Bone marrow menghasilkan sel B
dan sel T. sel B mengalami pendewasaan di Bone marrow
(sumsusm tulang) menghasilkan antibody,
sedangkan sel T mengalami pendewasaan di Thymus menghasilkan
sel T helper (CD4+) dan sel T sitotoksik (CD8+) yang dimana masing-masing sel
memiliki fungsi yang berbeda.
Sel B : berfungsi untuk membuat antibodi yang melawan antigen (setiap antigen langsung
diserang dan jika sel B tdk bsa mengalahkan antigen maka sel T yang akan
menagani leih lanjut, biasanya )
Sel T helper (CD4+) : berfungsi
mensekresi limfokin yang mempengaruhi
sel lain yang terlibat dalam respon imun
Sel T sitotoksik (CD8+) : berfungsi menyebabkan lisis sel yang terinfeksi
(dapat mendeteksi/melihat sel yg terinfeksi dan langsung dilisis/dimusnahkan)
SISTEM KEKEBALAN TUBUH
Pada dasarnya, ada tiga macam strategi
pertahanan tubuh: 1) Barier sikal (kulit dan mukosa yang utuh) dan kimia (asam
lambung); 2) Respons imun alami (innate/non-spesifik), misal fagositosis; 3)
Respons imun adaptif (didapat/spesifik). Pada sebagian besar kasus, pertahanan
terhadap patogen penyerang yang merusak dapat dilakukan oleh barier sikal dan
respons imun alami, tetapi bila tidak berhasil, respons imun adaptif akan
diaktivasi.
PERTAHANAN TUBUH PERTAMA
Kulit utuh merupakan proteksi utama
yang penting dan ber peran sebagai barier fisik untuk menghentikan invasi mikro
organisme dan substansi lain. Sekret kulit, seperti asam keringat dan asam
lemak dari kelenjar lemak, berperan dalam menghancurkan dan mengurangi
pertumbuhan bakteri pada permukaan kulit. Populasi mikroorganisme normal yang
berkolonisasi pada permukaan kulit akan menghambat pertumbuhan mikro organisme
patogen potensial dengan cara mengompetisi ruang dan makanan yang tersedia.
Membran mukosa, seperti mukosa pencernaan, pernapasan, urinari, dan reproduksi,
berfungsi untuk melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme asing. Urin dan
sekret mukosa akan mendorong dan mengeluarkan mikroorganisme ke arah luar tubuh.
Barier kimia dilakukan, misal oleh enzim antimikroba, lisosim, dalam
pernapasan, air mata, saliva, hidung, dan asam lambung. Setiap hari tubuh
manusia dapat terkontaminasi dengan beratus-ratus bakteri yang dapat memasuki
tubuh melalui berbagai cara, misalnya melalui konsumsi makanan, tetapi hampir
semuanya dimatikan oleh mekanisme pertahanan tubuh. Begitu pun tiap hari
manusia mengonsumsi beratus-ratus bakteri dan lagi-lagi hampir semuanya mati
dalam saliva atau asam lambung.
Dalam keadaan ini, saliva atau asam lambung merupakan media pertahanan tubuh.
Namun, kadang-kadang satu bakteri dapat lolos dan menyebabkan keracunan
makanan. Dalam hal ini, suatu efek yang sangat nyata dari kegagalan sistem
imun, yang dapat terlihat adalah mual dan diare, ke duanya merupakan dua gejala
yang sangat umum terjadi. Selain itu, setiap hari manusia menghirup ribuan
bakteri dan virus yang ada di udara. Sistem imun memerangi bahan patogen ini
tanpa masalah. Kadang bakteri dapat mengalahkan sistem imun dan tubuh terserang
demam, flu, atau keadaan yang lebih buruk lagi. Demam atau flu merupakan suatu tanda yang dapat terlihat dari kegagalan kerja sistem imun untuk
menghentikan agen penyebab. Bila tubuh kemudian sembuh dari demam atau flu, ini
menjadi tanda bahwa sistem imun tubuh mampu menghilangkan agen penyerang
sesudah mendapatkan pengalaman dari kekalahan sebelumnya. Sebaliknya, bila
sistem imun tidak melakukan sesuatu, tubuh tidak akan sembuh dari demam atau
apapun juga.
RESPONS
IMUN INNATE/NON-SPESIFIK/ALAMI
Respons imun innate atau respons imun non-spesifik atau respons imun alami yang
sudah ada sejak
lahir dan merupakan
komponen normal yang selalu
ditemukan pada tubuh
sehat. Respons ini meliputi:
pertahanan fisik/mekanik, pertahanan
biokimia, pertahanan humoral, dan
pertahanan selular. Dinamakan
non-spesifik karena tidak
ditujukan terhadap mikroba
tertentu, telah ada, dan siap berfungsi sejak lahir. Respons ini merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi
serangan mikroba dan dapat memberikan respons langsung, siap mencegah mikroba masuk
tubuh dan dengan
cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat
ditingkatkan oleh infeksi,
misal sel leukosit meningkat selama fase akut penyakit.
Respons imun innate
dimediasi oleh rangkaian
kompleks dari peristiwa selular dan molekular termasuk fagositosis,
radang, aktivasi komplemen, dan sel NK. Berbeda dengan respons imun adaptif yang meningkat pada
tiap paparan selanjutnya
dengan antigen yang sama,
respons imun innate tidak
berubah saat paparan berikutnya.
Antibodi : dibentuk
oleh sel plasma dari diferensiasi sel
limfosit B. Meningkatkan
fagositosis dengan opsonisasi.
Menetralisasi antigen dan mengaktivasi komplemen. Kompleks Ag/Ab dapat terikat
pada sel efektor, seperti sel NK dan makrofag, menyebabkan destruksi antigen
oleh ADCC (antibody-dependent cell
mediated-cytotoxicity)
Komplemen : Merupakan lebih
dari 20 glikoprotein
serum yang ketika diaktivasi
dapat menyebabkan lisis
sel, peradangan, dan opsonisasi
MHC (Major Histocomptability Complex) : Molekul
MHC mengikat dan
menyajikan antigen peptida pada
permukaan sel untuk
dikenali oleh reseptor antigen
spesifik dari sel
T (TCR, T
cell receptor). Ada 2 kelas: MHC-I pada semua sel berinti, MHC-II
pada sel imun penyaji antigen
CD4 : Merupakan molekul
yang diekspresikan pada sel
T-helper, mengikat antigen
peptida yang disajikan oleh MHC-II
CD8 : Merupakan molekul
yang diekspresikan pada
sel T-sitotoksik mengikat antigen peptida yang disajikan oleh MHC-I
RESPONS
IMUN ADAPTIF
Sering
kali respons imun non-spesifik (aktivitas fagositosis, NK, inflamasi) yang
didapat saat lahir dan terjadi pada beberapa jam pertama infeksi tidak cukup
mengatasi patogen sehingga penyakit terjadi dan tubuh harus menyembuhkan diri
dengan mengaktivasi respons imun adaptif melawan patogen penyerang. Respons
imun adaptif dimediasi oleh sel limfosit. Terjadi
dengan cara aktivasi, proliferasi, dan
diferensiasi
bermacam-macam sel limfosit melalui AMI (antibody mediated
immune response) atau CMI (cell mediated immune response), menghasilkan pemusnahan patogen penyerang. Begitu
infeksi disembuhkan, sebagian besar antigen spesifik limfosit mengalami
apoptosis, sementara sebagian kecil sel limfosit berdiferensiasi menjadi sel limfosit-memori yang berumur panjang
dan tetap berada dalam sirkulasi darah untuk 10 tahunan
sesudah paparan
pertama oleh patogen
tertentu. Bila terjadi paparan antigen
yang sama untuk
kedua kalinya, antigen
akan dapat dimusnahkan dengan
sangat cepat (hitungan
jam) dan efisien oleh sel memori
dan individu dikatakan mengalami imun atau
kekebalan spesifik terhadap
patogen itu. Namun,
bahan
patogen
mampu mengadakan berbagai strategi
(seperti mutasi atau menurunkan sifat imunogenik antigen) untuk
mengalahkan pertahanan tubuh sehingga
terjadi peperangan konstan
antara penyerang dan hospes.
Ada 2
tipe respons imun adaptif, yaitu AMI dan CMI. Sel paling
penting dalam respons imun adaptif
adalah limfosit (25-30% dari populasi sel darah putih). Ada 2 macam limfosit,
yaitu limfosit B dan limfosit T dengan perbandingan 1:5. Limfosit B ber
tanggung jawab terhadap respons imun yang dimediasi antibodi.
AMI (antibody mediated immune responsse)
Limfosit
B berkembang menjadi
sel imunokompeten dewasa dalam sumsum merah tulang. Tiap limfosit B mengekspresikan
reseptor antigen tunggal
spesifik (misalnya, antibodi)
pada permukaan sel. Pada imunitas dimediasi antibodi (AMI), ikatan antigen
dengan reseptor antigen (misalnya, antibodi) pada sel B menyebabkan aktivasi
dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma
pembentuk antibodi. Namun, aktivasi penuh dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma
sebagai respons terhadap
sebagian besar antigen membutuhkan
sinyal kostimulator yang
dibentuk oleh interaksi sel
B dengan CD4+ sel T-helper
(sel T mengekspresi molekul
CD4). Ikatan molekul
CD154 pada CD4+
sel T ke molekul CD40 pada sel B
bersama pem bentukan sitokin (IL-4 dan IL-5) oleh sel CD4+ T-helper
menyebabkan aktivasi penuh dari sel B dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma
pembentuk antibodi.
CMI (cell-mediated immune responsse)
Kontras
dibandingkan dengan AMI, CMI melawan patogen penyerang dengan dimediasi oleh
limfosit T. Limfosit T bertanggung jawab
terhadap imunitas dimediasi
sel (CMI) dalam
melawan antigen asing.
Mengembangkan respons imun
dimediasi sel T terhadap antigen
spesifik untuk melawan antigen tumor merupakan tujuan vaksinasi kanker.
Sel T berkembang dari pra-sel T dalam sumsum tulang
dan menjadi dewasa dalam timus menjadi sel T pengekspresi CD4+ atau sel T
pengekspresi CD8+. Seperti sel B, aktivasi sel T yang berhasil membutuhkan keberadaan
2 sinyal, sinyal
pengenalan dan sinyal kostimulator. Sinyal pengenalan adalah pengenalan antigen oleh
reseptor antigen pada
permukaan sel T yang
dinamakan reseptor sel T (TCR = T-cell receptors) yang menghasilkan
pergerakan sel T dari fase istirahat (Go) ke fase G1 dari siklus sel. Namun,
berbeda dengan sel B yang
dapat langsung terikat pada antigen dengan reseptor antigen yang unik
(antibodi), TCRs pada sel T CD4+ dan sel T CD8+ hanya dapat mengenali suatu fragmen antigen yang telah diproses dan
disajikan dalam hubungan dengan antigen
self yang unik
pada permukaan sel yang
dinamakan antigen MHC (Major Histocomptability Complex).
CD8+ sel T
yang mengenali antigen target,
berproliferasi dan
diferensiasi menjadi sel
T-sitotoksik CD8+ (Tc),
yang membunuh antigen target dengan mengirimkan sitokin berdosis letal (limfotoksin
dan perforin) atau
langsung menyebabkan apoptosis.
Sel T pengekspresi CD4+ antigen disebut sel T-helper (TH0). Ikatan
antigen pada sel
T-helper CD4+ menyebabkan proliferasi dan
diferensiasi sel menjadi 2
turunan sel T-helper CD4+ , yaitu
sel TH1 dan TH2. Sel TH1 membentuk sitokin
(IL-2 dan TNF) yang menstimulasi respons imun dimediasi sel (CMI) melawan
patogen intraselular dan sel tumor. Pembentukan sitokin oleh sel TH1
akan membantu pemusnahan antigen target oleh sel makrofag dari
sistem imun non-spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa sel
T-helper CD4+ merupakan tulang
punggung sistem imun. Sel TH2
membentuk sitokin (IL-4, IL-5, IL-6) yang berperan sentral dalam
regulasi respons imun
dimediasi antibodi (AMI) dalam melawan antigen ekstra-selular
dan patogen. Peran sel T-helper CD4+
menjadi kritis pada AIDS dimana sel ini merupakan target dari virus. Pada
inidividu normal, jumlah sel T-helper CD4+ dalam darah berkisar 800-1.200
sel/mm3. Bila jumlahnya berkurang sampai di bawah 200/mm3 berarti kondisi pasien sudah mengarah ke
stadium akhir dari
infeksi HIV dan pasien menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik oleh mikroba dan juga kanker seperti
sarkoma Kaposi atau limfoma, yang secara normal tidak terjadi pada individu
sehat. Kasus AIDS mendukung
pendapat yang menyatakan bahwa
imunosupresi dapat meningkatkan
insidensi kanker. Juga mendukung konsep bahwa imunosurveilance tubuh
berperan dalam sistem pertahanan tubuh Di
samping sel T-helper CD4+ dan
sel T-sitotoksik CD8+, terdapat
populasi lain dari
sel limfosit T
yang menghambat respons imun
dengan melepaskan inhibitor sitokin.
Sel ini dinamakan sel T supresor (Ts).
Allah menyusun manusia dengan bentuk
yang terbaik.
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ -٦- الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ -٧- فِي أَيِّ صُورَةٍ مَّا شَاء رَكَّبَكَ -٨-
“Wahai manusia! Apakah yang telah
memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan-mu Yang Maha Pengasih. Yang
telah Menciptakanmu lalu Menyempurnakan kejadianmu dan Menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia Menyusun
tubuhmu.”(Al-Infithor
6-8)
Sungguh
telah ALLAH ciptakan kita dengan sempurna dan detail, dan ALLAH yang maha baik yang
mengatur seluruh kehidupan ini. Maka jangan khawatir dengan rezki jodoh jangan
sampai melalaikan perintah ALLAH gara-gara urusan dunia (bekerja/belajar/bermain
dll) mengabaikan shalat dan perintah ALLAH. Sel saja yang ukuruannya sangat
kecil sudah ALLAH atur, apalagi kita manusia bukankah kita sering dengar rezki/jodoh/maut
sudah ALLAH atur, yg belum itu adalah bekal kita setelah mati, amalan yang akan
kita bawa itu yang belum ada janjinya yang seharusnya kita berusaha,
berlama-lama/memperbanyak, berlombah-lombah dalam kebaikan. Karenai kebaikan
itulah yang akan mengundang rahmat ALLAH dan pahala bagi kita. (Ini adalah
cambukan bagi penulis yg masih melalaikan/menunda perintah ALLAH, doakan semoga
yang menulis maupun yang membaca bisa bersegera dalam melakukan kebaikan)
System kekebalan tubuh
Ada
2 tipe utama dari sel-sel sistem imun spesifik, yaitu sel T dan
sel B. Keduanya
berasal dari sel-sel
prekusor sumsum tulang embrionik
yang kemudian dimodifikasi secara
spesifik; yang melalui timus menjadi sel T, yang melalui bursa limfatikus
dalam sumsum tulang,
hati, limpa, atau
usus menjadi sel B. Baik sel T maupun sel B beredar dalam darah dan
jaringan limfoid seperti kelenjar limfe. Ada beberapa sel T, termasuk sel T-helper, supresor,
dan killer.
Sel B
berkembang menjadi sel plasma yang membentuk antibodi. Sel T-helper mengontrol dan menjalankan
sistem imun spesifik dan memerintah sel-sel lain. Sesudah antigen dihasilkan
oleh makrofag, sel T akan menerima
atau mengikat antigen dengan suatu reseptor spesifik pada permukaan sel.
Sel T yang
terstimulasi akan mengeluarkan mediator kimiawi
yang dinamakan limfokin,
interleukin (IL), dan interferon(IFN).
Mediator ini akan mendorong proliferasi
sel imun. Pelepasan mediator
kimiawi menyebabkan sel B menjadi
sel plasma. Sel plasma membentuk antibodi, suatu protein
spesifik yang terikat pada bahan penyebab.
Antibodi
dinamakan imunoglobulin, dijumpai dalam serum dan merupakan
komponen cairan humoral
utama. IgG yang merupakan 80% dari antibodi tubuh,
merupakan imunoglobulin yang paling banyak. Antibodi yang
disekresi oleh kelenjar liur adalah
IgA (13%) dan
sangat berperan dalam
pertahanan permukaan mukosa.
IgM (6%) merupakan
antibodi yang mengaktifkan
sistem komplemen. IgD
(1%) terlibat dalam immune
tolerance. IgE (1%) terlibat dalam reaksi hipersensitivitas imediat, antibodi ini menyebabkan sel mast melepaskan hitamin
dalam jumlah besar, menyebabkan vasodilatasi berat.
Interferon yang
dilepaskan oleh sel T,
akan menyebabkan makrofag diaktivasi sedemikian rupa sehingga dapat
memfagosit lebih baik dan mematikan benda asing dengan lebih efisien. Pada saat bersamaan, sel B dan sel T sitotoksik
diaktivasi. Sel-sel ini menjadi banyak
dan dapat mengenali antigen pada permukaan sel yang terinfeksi
oleh benda asing.
Sel T-sitotoksik menginjeksi protein
ke dalam membran sel
yang akan membentuk lubang dalam membran, menyebabkan bagian
dalam sel terbuka dan mematikan sel. Di samping mematikan sel-sel yang
terinfeksi dengan organisme terutama virus, sel T sitotoksik dapat mematikan
sel-sel tumor. Tumor dapat mempunyai antigen
yang berbeda dari dirinya sendiri dan sel T-sitotoksik
dapat menyerang sel-sel tumor.
Sistem imun
pada saat serangan
organisme yang pertama akan mencapai aktivitas seluler dan humoral yang hebat dalam periode
sekitar 1 minggu dan berakhir selama beberapa minggu. Dengan terbunuhnya
organisme, terjadi penurunan serangan oleh sistem imun ini. Sel T-supresor menghentikan
sistem ini dengan mengirimkan tanda untuk
menekan aktivitas sitotoksis
dan aktivitas pembentukan antibodi.
Sel T-supresor ini juga menekan terjadinya perubahan
sel T menjadi
sitotoksik dan mencegah tubuh menyerang dirinya
sendiri. Sebelum sel T dan sel B hilang,
terbentuk sel-sel memori yang beredar dalam darah dan sistem limfatik untuk bertahun-tahun lamanya.
Kemudian bila organisme menyerang
lagi, sel-sel memori
ini segera mengenali
antigen tersebut dan segera menyerangnya, termasuk di dalamnya adalah antibodi dalam
serum, mukus, saliva,
dan air mata
sehingga penyerang dapat mengenalinya dari semua pintu masuk. Peran sentral pada semua tipe respons imun
dilakukan oleh CD4+ sel T-helper. CD4+
sel T-helper yang terstimulasi
oleh antigen, berdiferensiasi menjadi turunan CD4+ sel T-helper,
yaitu sel TH1 dan TH2.
Sitokin yang
dilepaskan oleh sel TH1 membantu
respons imun selular dengan
meningkatkan populasi sel
T-sitotoksik CD8+ dan aktivasi makrofag yang merupakan faktor yang berperan dalam
respons imun innate/non-spesifik. Pembentukan sitokin oleh
makrofag juga mengaktivasi
proliferasi dan diferensiasi sel T-helper.
KELAINAN RESPONS IMUN
Dapat terjadi banyak masalah dari kerja sistem
imun yang keliru atau tidak diharapkan, contohnya alergi, diabetes melitus,
artritis reumatoid, penolakan jaringan transplantasi, AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome), dan tumor ganas limfoma. Alergi hanyalah merupakan kerja sistem imun yang berlebihan
terhadap suatu rangsang tertentu yang bagi orang lain tidak mengakibatkan hal
demikian. Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh sistem imun yang secara tidak
tepat menyerang sel pankreas dan merusaknya. Penyakit radang sendi (artritis
reumatoid) disebabkan oleh kerja sistem imun yang tidak sewajarnya pada
jaringan sendi. Kegagalan transplantasi organ disebabkan oleh kerja sistem imun
berlebih, dan sering kali menolak organ yang ditrans plantasikan
Penyakit
autoimun terjadi
bila sistem imun
gagal untuk mengenali
dirinya sendiri. Pada keadaan
ini, antibodi dibentuk melawan protein hospes yang dianggap
sebagai antigen. Kompleks antigen-antibodi
akan terbentuk dan
meningkatkan reaksi.
Beberapa contoh penyakit
autoimun adalah penyakit
artritis reumatoid, lupus
eritematosis sistemik (SLE), tiroiditis, demam reumatik, glomerulonefritis,
anemia hemolitika, miastenia gravis, multipel
sklerosis, dan diabetes
tipe I. Pada
penyakit-penyakit ini, terjadi
kekeliruan pada fungsi sistem imun, yaitu menghancurkan sel-sel atau
komponen sel tubuh, dengan menganggapnya sebagai antigen. Sebaliknya, sistem imun dapat
bereaksi berlebihan
(imunoproliferatif) dalam bentuk reaksi hipersensitivitas (alergi). Respons imun
terhadap swa-antigen (self-antigen) terjadi
pada penyakit alergi dan autoimun.
Antigen yang
dikenal sebagai alergen
dapat menghasilkan reaksi alergi.
Alergen ini dapat
berupa makanan, obat, serbuk sari, debu, kosmetik, tanaman, atau
minyak tumbuhan. Penderita alergi membentuk IgE yang terikat pada basofil dalam darah dan sel
mast dalam jaringan
sekitar pembuluh darah.
Ikatan IgE terhadap sel mast menyebabkan sel ini
melepas granula dalam sel yang mengandung bahan kimia histamin.
Histamin melebarkan pembuluh darah, hal ini merupakan suatu aktivitas untuk
membawa sel-sel imun
ke daerah jejas.
Keadaan ini menyebabkan
pembengkakan dan radang
yang berhubungan dengan
alergi.
Pada alergi
serbuk sari, granula-granula yang
dilepas oleh sel mast menyebabkan bersin dan pengeluaran
air mata secara tiba-tiba. Pengobatannya adalah dengan antihistamin dan
kortikosteroid yang diisap untuk mengurangi radang. Respons anafilaktik dapat
membahayakan hidup, menyebabkan syok dan asfiksia. Pada ke adaan ini, epinefrin
diberikan untuk melawan efek histamin.
Reaksi
hipersensitivitas tipe I, II, dan III melibatkan antibodi. Tipe IV melibatkan
sel- T, dan dinamakan reaksi yang dimediator oleh sel atau reaksi tertunda
karena membutuhkan waktu sebelum sel
berespons terhadap alergen.
Secara tipikal, reaksi
dimulai minimal 24 jam atau
lebih sesudah serangan, contohnya reaksi terhadap cairan monomer dalam mahkota
selubung sementara, gigi tiruan,
dan mahkota jembatan. Penyakit yang
ditandai oleh reaksi hipersensitivitas tertunda
adalah tuberkulosis
dan sifilis stadium
III. Penyakit yang
juga disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tertunda terhadap
mikroorganisme adalah demam rematik.
Reaksi
hipersensitivitas tipe I juga disebut sebagai hipersensitivitas cepat (immediate
hypersensitivity) karena reaksi yang terjadi secara cepat dalam beberapa menit
setelah paparan antigen, setelah itu diikuti respon lambat (late-phase
reaction) atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang terjadi selang beberapa
jam, yaitu reaksi inflamasi yang disebabkan oleh adanya infiltrasi sel-sel
inflamasi seperti neutrofil, eosinofil, dan makrofag.Reaksi hipersensitivitas tipe
I ini merupakan gabungan dari reaksi alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi
fase lambat (RAFL) terhadap paparan suatu alergen. Hipersensitivitas tipe I
adalah reaksi hipersensitivitas yang terjadi ketika antigen berikatan dengan
antibodi immunoglobulin E (IgE) pada permukaan sel mast yang menyebabkan sel
mast mengalami degranulasi dan mengeluarkan beberapa mediator inflamasi.
Alergen yang terlibat di reaksi hipersensitivitas ini merupakan antigen
spesifik yang pada individu normal tidak menunjukan gejala klinis, namun beberapa
individu merespon substansi tersebut dengan memproduksi sejumlah besar IgE dan
mengakibatkan terjadinya berbagai manisfestasi klinis alergi
Sistem
imun merupakan suatu jejaring yang didesain untuk homeostasis molekul yang besar (oligomer)
dan sel berdasarkan pada proses pengenalan yang
spesifik. Pengenalan dari struktur suatu
oligomer oleh reseptor
sel imun merupakan komponen
penting dari kekhususan sistem imun. Sistem
imun terbentuk dari
jejaring kompleks sel
imun, sitokin, jaringan limfoid,
dan organ, yang
bekerja sama dalam mengeliminasi bahan
infeksius dan antigen
lain. Antigen yang merupakan substansi yang menimbulkan
respons imun (misalnya bakteri, serbuk sari, jaringan transplantasi), mempunyai beberapa komponen yang dinamakan
epitop. Tiap-tiap epitop menimbulkan pembentukan antibodi spesifik atau
menstimulasi sel limfosit T spesifik.
Antigen merupakan generator antibodi. Obat antigenik yang digunakan untuk
mendidik sistem imun dinamakan vaksin. Bentuk modifikasi dari antigen original
digunakan dalam bentuk vaksinasi dengan tujuan
menstimulasi pembentukan sel T dan sel B memori tanpa menyebabkan suatu
penyakit. Apabila bahan infeksius tidak dapat
dihentikan oleh barier fisik dan
khemis, bahan infeksius akan masuk melalui kulit atau membran mukosa
dan selanjutnya mengawali
terjadinya lini pertama dari
mekanisme pertahanan imunologi yang dinamakan respons
imun innate atau
nonspesifik atau alami.
Bila bahan patogen tidak dapat
dieliminasi oleh respons imun innate, penyakit akan menyerang sehingga
respons imun adaptif atau spesifik atau didapat akan diaktivasi, agar tubuh
pulih kembali.
Respons imun
dikategorikan menjadi respons
imun innate (alami/nonspesifik:
sel B) dan respons imun adaptif (spesifik : sel T). Contoh komponen imunitas
innate adalah sel
fagosit (sel monosit, makrofag, neutrofil) yang secara
herediter mempunyai sejumlah peptida antimikrobial dan protein yang mampu
membunuh bermacam-macam bahan patogen, bukan hanya satu bahan patogen yang
spesifik. Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat sesudah terpapar oleh suatu bahan patogen. Pada respons
imun adaptif spesifik, sel limfosit (sel T dan sel B) merupakan
komponen dasar yang berperan
penting, mengindikasikan
adanya respons imun yang spesifik.
Kemampuan sel T dan sel B untuk mengenali struktur
spesifik oligomer pada suatu bahan patogen dan membentuk progeni juga merupakan
struktur yang dikenali, dan membuat sistem imun mampu merespons lebih cepat dan
efektif ketika terpapar kembali dengan bahan patogen tersebut.
Dengan
demikian, dua perbedaan penting dari
respons imun innate dan adaptif
adalah respons imun
adaptif lebih spesifik untuk bahan
patogen/antigen tertentu dan meningkat
pada tiap paparan selanjutnya
oleh antigen yang sama. Namun, keduanya bekerja sama pada beberapa tahapan
(misalnya, dengan melepas faktor stimulus sitokin) untuk merusak antigen
penyerang.
Sistem imun meningkat saat
tidur dan istirahat,
dan melemah oleh stres. Diet dapat memengaruhi sistem imun, contohnya
buah segar, sayuran, dan
makanan kaya asam
lemak tertentu dapat memelihara kesehatan sistem imun.
Asupan nutrisi yang kurang pada
janin dapat menyebabkan
penurunan sistem imun
untuk seumur hidupnya.
Apa hubungan
alergi dan system pertahanan tubuh???
Akibat yang sering terjadi pada penderita alergi
adalah seringkali mengalami keluhan batuk, pilek dan demam . Seringkali yang
lebih utama keadaan batuk pilek yang diderita sebenarnya bukan gejala langsung
alerginya tetapi akibat daya tahan tubuh menurun sehingga sering terjadi
infeksi saluran napas berulang . Infeksi berulang inilah yang seringkali
dianggap sebagai gejala alergi .
Suplementasi
bahan makanan dianggap sebagai solusi terbaik yang dapat dilakukan untuk
menaikkan daya tahan tubuh ataupun imunitas. Hal ini dikarenakan suplementasi
bahan makanan tersebut tidak memiliki efek samping terhadap tubuh. Suplementasi
bahan makanan alam yang mengandung imunostimulan sangat berguna bagi tubuh,
karena immunostimulan sangat
diperlukan untuk memacu laju biosintesis immunoglobulin sebagai protein yang
mempunyai aktivitas antibodi untuk sistem kekebalan tubuh
Suplemen
makanan dapat berupa elemen-mineral, vitamin atau zat gizi lain
seperti serat, asam amino, asam lemak maupun zat esensial lain.
Beberapa suplemen memang mengandung bahan berkhasiat yang berasal dari alam,
sehingga dalam keadaan tertentu pemberian suplemen memang dianjurkan.
Namun, banyak
orang salah persepsi tentang suplemen. Mereka beranggapan suplemen adalah obat
yang mampu menggantikan makanan pokok. Padahal menurut BPOM, suplemen tidak
boleh diklaim mampu mencegah atau menyembuhkan penyakit tertentu akan tetapi
hanya bisa mengurangi risiko terjadinya sesuatu akibat penyakit tersebut, bukan
mengobati penyakitnya.
Sistem
kekebalan tubuh berfungsi sebagai pelindung terhadap zat-zat berbahaya, seperti
bakteri dan virus. Namun pada penderita alergi, sistem imun tubuh juga bereaksi
terhadap zat-zat yang tidak berbahaya, yang disebut alergen. Alergen
biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan masalah bagi orang lain. Namun
bagi orang memiliki alergi, sistem kekebalan tubuh terlalu sensitif sehingga
bahan tak berbahaya pun menyebabkan respon. Bahan kimia seperti
antihistamin pun diproduksi oleh tubuh dan menyebabkan reaksi alergi yang
biasa kita lihat atau alami.
Beberapa
hal yang sering menjadi pemicu alergi adalah:
- obat-obatan
- debu
- makanan
- racun serangga
- serbuk sari
- binatang peliharaan dan bulu binatang
- jamur
Beberapa
alergi dapat terjadi karena suhu panas atau dingin, sinar matahari, atau
lingkungan. Terkadang, menggaruk atau menggesek kulit juga dapat menyebabkan
gejala alergi.
KIE
yang bisa diberikan adalah, bapak N sebaiknya menghindari makan udang dan
pemicu terjadi alergi, karena alergi terjadi akibat sistem kekebalan tubuh terlalu
sensitif sehingga bahan tak berbahaya pun menyebabkan respon sedangkan suplemen
yang sering dikonsumsi itu sebagai upaya untuk meningkatkan daya tahun tubuh
saat tubuh kekurangan. Kita selaku apoteker memberikan obat cetirizin sebagai
antihistamin yang tidak menimbulkan efek ngantuk
GOLONGAN
OBAT ANTIHISTAMIN
Berdasarkan hambatan pada reseptor
khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
Ø
Antagonis H1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat
reaksi alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina,
desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek
samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
Ø
Antagonis H2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada
pengobatan penderita pada tukak lambung serta dapat pula dimanfaatkan untuk
menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan
lafutidina.
Ø
Antagonis H3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih
dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan
kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental. Contoh obatnya adalah
ciproxifan, dan clobenpropit.
Beberapa
obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik.
Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan
sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil,
mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga
mencegah degranulasinya.
Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dangan jalan memblokir reseptor histamin (penghambatan saingan).
Histamin adalah suatu amin nabati yang
ditemukan oleh Dr.Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dan
pertukaran zat histidin. Asama amino ini masuk ke dalam tubuh terutama lewat
daging dan di jaringan (juga di usus halus) di ubah secara enzimatis menjadi
histamin (dekarboksilasi).
Biasanya
dengan istila “antihistaminika” selalu dimaksud H1-blokers. Selain bersifat
antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lainnya, yakni
daya antikolinergis, antiemetis, dan daya menekan SSP
(sodatif), sedangkan beberapa di antaranya mempunyai efek antiserotonin dan lokal
anestetis (lemah).
1.
ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H1 (Antihistaminika Klasik)
Golongan
ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu:
• Senyawa Etanolamin; antara lain
Difenhidramin, Dimenhidrinat Karbinoksamin maleat.
• Senyawa Etilendiamin; antara lain
Antazolin, Pirilamin, dan Tripelenamin.
• Senyawa Alkilamin; antara lain
Fenirarnin, Klorfeniramin, Bromfeniramin, dan Deksklorfeniramin.
• Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin,
Klorsiklizin, dan Homoklorsiklizin.
• Senyawa Fenotiazin; antara lain
Prometazin, Metdilazin, dan Oksomemazin.
• Senyawa lain‑lain; yaitu Dimetinden,
Mebhidrolin, dan Astemizol.
Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.
Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.
2.
ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H2 (Penghambat Asma)
Reseptor
histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung,
perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba. Beberapa
jaringan seperti otot polos, pembuluh darah mempuntai kedua reseptor yaitu H1
dan H2.
-Struktur
Antihistamin
H2 secara struktur hampir mirip dengan histamin. Simetidin mengandung komponen
imidazole, dan ranitidin mengandung komponen aminomethylfuran moiety.
3.
ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H3
Antagonis
H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan
schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
4.
ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H4
Memiliki
khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki
khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan
antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai
antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain
seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan
cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
PRINSIP
Penyakit
imun ini dapat dikelompokan dalam 3 jenis reaksi utama. Pertama penyakit
tersebut dapat disebabkan reaksi abnormal dan hebat dalam usaha menetralkan
efek antigen tertentu. Intoleransi berlebihan ini menghasilkan sejumlah proses
yang disebut reaksi alergi. Kedua bila ada penekanan reaksi terhadap antigen,
proses patologis yang terjadi secara garis besar disebut imunodefisiensi, yang
dapat disebabkan oleh kurangnya komponen dari sistem komplemen, efek pada
aktivitas fagositik makrofag dan neutrofil, atau disebabkan kelainan pada
limfosit B dan T. Ketiga adanya limfosit T yang menyerang antigen sendiri
menyebabkan penyakit autoimun. Dalam hal ini, jaringan terkena atau bahkan
dihancurkan oleh sel T yang dihasilkan di dalam organisme terhadap diri sendiri
(Junqueira,2007).
Daftar pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar