Jumat, 01 Maret 2019

Imonologi (hubungan daya tahan tubuh dengan alergi)


“belajar sambil berbagi,sebaik-baik manusia ialah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain”
By : RANAH mewarnai
Imonologi
(hubungan daya tahan tubuh dengan alergi)
Bapak X datang ke Apotek RANAH untuk membeli obat karena merasakan gatal-gatal pada sekujur tubuhnya setelah makan udang. Selama ini bapak X mengkonsumsi suplemen yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Oleh karena itu, Bapak X mengira dia telah sembuh dari alergi yang dideritanya sehingga dia mau makan ketika ditawari udang oleh temannya. Bapak X meminta dipilihkan obat yang tidak menimbulakan kantuk karena pekerjaannya seebagai sopir bus, bagaimana sikap kalian selaku APOTEKER di Apotek RANAH ???
Beranjak dari kasus diatas, kita selaku Apoteker harus tahu penyebab terjadinya alergi dan apakah alergi bisa disembuhkan dengan suplumen peningkat daya tahan tubuh???, adakah hubungan alergi dengan daya tubuh manusia??? Dan bagaimana kita mengedukasi pasien terkait permasalahan diatas???
Mungkin kebanyakan kalian tidak menyadarinya, bahwa tubuh kita adalah ekosistem yang berjalan. Contohnya saja: Di folikel bulu matamu itu terdapat Minuscule dan tungau Demodex berkaki delapan. Selain itu, gigi, lidah, kulit dan ususmu terdapat banyak bakteri mikroskopis. Sehingga Bisa dibilang, tubuh kita itu hidup bersama lebih dari 90 triliun mikroba dengan harmonis. Tapi Kita tidak  pernah merasa khawatir saat  melakukan aktivitas, saat hendak mau keluar rumah, itu semua karena ALLAH yang maha baik, dibuatnya kita tidak bisa melihat triliun mikroba yang ada disekitar kita, sehingga kita tidak perlu jijik saat masuk kamar mandi, masuk dapur, bertemu teman karena kita tidak melihat bentuk mikroba yang ada disekitar kita, bisa jadi ALLAH jadikan kita bisa melihat itu semua mungkin tidak aka nada orang yang mau keluar rumah karena penuh dengan mikroba, bisa jadi kita tidak akan memakan makanan yang ada didapur saat kita lapar karena kita tahu makanan kita ada mikrobanya (merepotkan bukan???). TAPI sungguh sempura yang ALLAH ciptakan, yang mengatur sedemikian detailnya kehidupan manusia dengan sempurna tanpa cacat. maka dapat kita ambil pelajaran “ bahwa tidak semua yang kita anggap itu sebagai keterbatasan bagi kita itu buruk, bisa jadi Allah jadikan kita memiliki keterbatasan agar kita selalu berharap dan meminta pada ALLAH yang memiliki kekuasaan tanpa batas”
Namun keharmonisan itu bisa musnah saat ada selisih ketika ada kutu rambut, kutu bangsat, pinjal, Herpes simplex, atau Human papillomavirus yang membuat permukaan membran rusak/kutil atau bahkan bakteri/virus dll masuk ke dalam tubuh. Mungkin Kamu bisa saja langsung minum obat untuk mengatasinya. Akan tetapi, tahukah kalian bahwa ALLAH menciptakan manusia dengan sempurna. setelah mikroba/virus/pathogen dll berhasil masuk kedalam tubuh manusia. telah ALLAH siapkan system imun/ kemampuan tubuh dalam memproses untuk mempertahankan tubuh agar tetap sehat dari berbagai macam organisme/toksin, yang cendrung merusak jaringan dan organ.
Tahukah kalian, bahwa di dalam darah kita itu terdapat sel yang bertugas dalam system imun. Hal ini berasal dari BONE MARROW (sumsum tulang). dimana sumsum tulang ini berfungsi memproduksi imun, juga berfungsi dalam menghasilkan sel darah. Ibarat kata sumsum tulang ini merupakan pabriknya. sel sebelum masuk ke peredaran darah akan dilakukan proses maturasi dan seleksi jika sel berhasil dan lulus seleksi maka sel masuk ke dalam peredaran darah atau jaringan. Bone marrow menghasilkan sel B dan sel T. sel B mengalami pendewasaan di Bone marrow (sumsusm tulang) menghasilkan antibody, sedangkan sel T mengalami pendewasaan di Thymus menghasilkan sel T helper (CD4+) dan sel T sitotoksik (CD8+) yang dimana masing-masing sel memiliki fungsi yang berbeda.
            Sel B : berfungsi untuk membuat antibodi yang melawan antigen (setiap antigen langsung diserang dan jika sel B tdk bsa mengalahkan antigen maka sel T yang akan menagani leih lanjut, biasanya )
            Sel T helper (CD4+) : berfungsi mensekresi limfokin yang mempengaruhi sel lain yang terlibat dalam respon imun
            Sel T sitotoksik (CD8+) : berfungsi menyebabkan lisis sel yang terinfeksi (dapat mendeteksi/melihat sel yg terinfeksi dan langsung dilisis/dimusnahkan)
SISTEM KEKEBALAN TUBUH
Pada dasarnya, ada tiga macam strategi pertahanan tubuh: 1) Barier sikal (kulit dan mukosa yang utuh) dan kimia (asam lambung); 2) Respons imun alami (innate/non-spesifik), misal fagositosis; 3) Respons imun adaptif (didapat/spesifik). Pada sebagian besar kasus, pertahanan terhadap patogen penyerang yang merusak dapat dilakukan oleh barier sikal dan respons imun alami, tetapi bila tidak berhasil, respons imun adaptif akan diaktivasi.
PERTAHANAN TUBUH PERTAMA
Kulit utuh merupakan proteksi utama yang penting dan ber peran sebagai barier fisik untuk menghentikan invasi mikro organisme dan substansi lain. Sekret kulit, seperti asam keringat dan asam lemak dari kelenjar lemak, berperan dalam menghancurkan dan mengurangi pertumbuhan bakteri pada permukaan kulit. Populasi mikroorganisme normal yang berkolonisasi pada permukaan kulit akan menghambat pertumbuhan mikro organisme patogen potensial dengan cara mengompetisi ruang dan makanan yang tersedia. Membran mukosa, seperti mukosa pencernaan, pernapasan, urinari, dan reproduksi, berfungsi untuk melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme asing. Urin dan sekret mukosa akan mendorong dan mengeluarkan mikroorganisme ke arah luar tubuh. Barier kimia dilakukan, misal oleh enzim antimikroba, lisosim, dalam pernapasan, air mata, saliva, hidung, dan asam lambung. Setiap hari tubuh manusia dapat terkontaminasi dengan beratus-ratus bakteri yang dapat memasuki tubuh melalui berbagai cara, misalnya melalui konsumsi makanan, tetapi hampir semuanya dimatikan oleh mekanisme pertahanan tubuh. Begitu pun tiap hari manusia mengonsumsi beratus-ratus bakteri dan lagi-lagi hampir semuanya mati dalam saliva atau asam lambung. Dalam keadaan ini, saliva atau asam lambung merupakan media pertahanan tubuh. Namun, kadang-kadang satu bakteri dapat lolos dan menyebabkan keracunan makanan. Dalam hal ini, suatu efek yang sangat nyata dari kegagalan sistem imun, yang dapat terlihat adalah mual dan diare, ke duanya merupakan dua gejala yang sangat umum terjadi. Selain itu, setiap hari manusia menghirup ribuan bakteri dan virus yang ada di udara. Sistem imun memerangi bahan patogen ini tanpa masalah. Kadang bakteri dapat mengalahkan sistem imun dan tubuh terserang demam, flu, atau keadaan yang lebih buruk lagi. Demam atau flu merupakan suatu tanda yang dapat terlihat dari kegagalan kerja sistem imun untuk menghentikan agen penyebab. Bila tubuh kemudian sembuh dari demam atau flu, ini menjadi tanda bahwa sistem imun tubuh mampu menghilangkan agen penyerang sesudah mendapatkan pengalaman dari kekalahan sebelumnya. Sebaliknya, bila sistem imun tidak melakukan sesuatu, tubuh tidak akan sembuh dari demam atau apapun juga.
RESPONS IMUN INNATE/NON-SPESIFIK/ALAMI
Respons imun innate atau respons imun non-spesifik atau respons imun  alami  yang sudah  ada  sejak  lahir  dan  merupakan  komponen normal  yang  selalu  ditemukan  pada  tubuh  sehat.  Respons  ini meliputi:  pertahanan  fisik/mekanik,  pertahanan  biokimia,  pertahanan humoral, dan pertahanan selular. Dinamakan  non-spesifik  karena  tidak  ditujukan  terhadap mikroba tertentu, telah ada, dan siap berfungsi sejak lahir. Respons ini merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan mikroba dan dapat memberikan respons langsung, siap mencegah mikroba  masuk  tubuh  dan  dengan  cepat  menyingkirkannya. Jumlahnya  dapat  ditingkatkan  oleh  infeksi,  misal  sel  leukosit meningkat selama fase akut penyakit. Respons  imun  innate  dimediasi  oleh  rangkaian  kompleks dari peristiwa selular dan molekular termasuk fagositosis, radang, aktivasi komplemen, dan sel NK. Berbeda dengan respons imun adaptif  yang meningkat  pada  tiap  paparan  selanjutnya  dengan antigen  yang  sama,  respons imun  innate  tidak  berubah  saat paparan berikutnya.

Antibodi : dibentuk oleh sel plasma dari diferensiasi sel  limfosit  B.  Meningkatkan  fagositosis  dengan opsonisasi. Menetralisasi antigen dan mengaktivasi komplemen. Kompleks Ag/Ab dapat terikat pada sel efektor, seperti sel NK dan makrofag, menyebabkan destruksi  antigen  oleh ADCC  (antibody-dependent cell mediated-cytotoxicity)
Komplemen : Merupakan  lebih  dari  20  glikoprotein  serum  yang ketika  diaktivasi  dapat  menyebabkan  lisis  sel, peradangan, dan opsonisasi
MHC (Major Histocomptability Complex) : Molekul  MHC  mengikat  dan  menyajikan  antigen peptida  pada  permukaan  sel  untuk  dikenali  oleh reseptor  antigen  spesifik  dari  sel  T  (TCR,  T  cell receptor). Ada 2 kelas: MHC-I pada semua sel berinti, MHC-II pada sel imun penyaji antigen
CD4 : Merupakan  molekul  yang  diekspresikan  pada  sel T-helper,  mengikat  antigen  peptida  yang  disajikan oleh MHC-II
CD8 : Merupakan  molekul  yang  diekspresikan  pada  sel T-sitotoksik mengikat antigen peptida yang disajikan oleh MHC-I

RESPONS IMUN ADAPTIF
Sering kali respons imun non-spesifik (aktivitas fagositosis, NK, inflamasi) yang didapat saat lahir dan terjadi pada beberapa jam pertama infeksi tidak cukup mengatasi patogen sehingga penyakit terjadi dan tubuh harus menyembuhkan diri dengan mengaktivasi respons imun adaptif melawan patogen penyerang. Respons imun adaptif dimediasi oleh sel limfosit. Terjadi dengan cara aktivasi, proliferasi,  dan  diferensiasi  bermacam-macam  sel  limfosit melalui AMI (antibody mediated immune response) atau CMI (cell mediated immune response), menghasilkan pemusnahan patogen penyerang. Begitu infeksi disembuhkan, sebagian besar antigen spesifik limfosit mengalami apoptosis, sementara sebagian kecil sel limfosit berdiferensiasi menjadi sel  limfosit-memori yang berumur panjang dan tetap berada dalam sirkulasi darah untuk 10 tahunan
sesudah  paparan  pertama  oleh  patogen  tertentu.  Bila  terjadi paparan  antigen  yang  sama  untuk  kedua  kalinya,  antigen  akan dapat  dimusnahkan  dengan  sangat  cepat  (hitungan  jam)  dan efisien oleh sel memori dan individu dikatakan mengalami imun atau  kekebalan  spesifik  terhadap  patogen  itu.  Namun,  bahan
patogen mampu mengadakan  berbagai  strategi  (seperti mutasi atau menurunkan sifat imunogenik antigen) untuk mengalahkan pertahanan  tubuh  sehingga  terjadi  peperangan  konstan  antara penyerang dan hospes.

Ada  2  tipe  respons  imun adaptif, yaitu AMI dan CMI. Sel paling penting dalam respons  imun adaptif adalah limfosit (25-30% dari populasi sel darah putih). Ada 2 macam limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit T dengan perbandingan 1:5. Limfosit B ber tanggung jawab  terhadap respons  imun yang dimediasi antibodi.



AMI (antibody mediated immune responsse)
Limfosit  B  berkembang  menjadi  sel  imunokompeten  dewasa dalam sumsum  merah tulang. Tiap limfosit B mengekspresikan reseptor  antigen  tunggal  spesifik  (misalnya,  antibodi)  pada permukaan sel. Pada imunitas dimediasi antibodi (AMI), ikatan antigen dengan reseptor antigen (misalnya, antibodi) pada sel B menyebabkan aktivasi dan diferensiasi sel B menjadi sel  plasma pembentuk antibodi. Namun, aktivasi penuh dan diferensiasi sel B menjadi  sel plasma  sebagai  respons  terhadap  sebagian besar antigen membutuhkan  sinyal  kostimulator  yang  dibentuk  oleh interaksi  sel  B  dengan CD4+  sel T-helper  (sel T mengekspresi molekul  CD4).  Ikatan  molekul  CD154  pada  CD4+  sel  T  ke molekul CD40 pada  sel  B bersama pem bentukan  sitokin  (IL-4 dan IL-5) oleh sel CD4+ T-helper menyebabkan aktivasi penuh dari sel B dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma pembentuk antibodi.

Tiap sel plasma menyekresi sekitar 2000 antibodi/detik untuk melawan  antigen  asal  dan  proses  ini  berlanjut  sekitar  4-5  hari. Pembentukan antibodi  oleh  sel plasma meningkat  oleh aktivasi sitokin  IL-6. Antibodi  yang  disekresi  beredar  dalam  sirkulasi darah  dan  limfatik,  terikat  pada  antigen  asal  dan menandainya untuk dimusnahkan oleh beberapa mekanisme, termasuk aktivasi sistem komplemen, memicu  fagositosis  via opsonisasi dan memediasi ADCC (Antibody Dependent Cell Mediated Citotoxicity) dengan sel efektor seperti sel makrofag, NK, dan neutrofil.

CMI (cell-mediated immune responsse)
Kontras dibandingkan dengan AMI, CMI melawan patogen penyerang dengan dimediasi oleh limfosit T. Limfosit T bertanggung jawab  terhadap  imunitas  dimediasi  sel  (CMI)  dalam  melawan antigen  asing. Mengembangkan  respons  imun  dimediasi  sel T terhadap antigen spesifik untuk melawan antigen tumor merupakan tujuan vaksinasi kanker.

Sel T berkembang dari pra-sel T dalam sumsum tulang dan menjadi dewasa dalam timus menjadi sel T pengekspresi CD4+ atau sel T pengekspresi CD8+. Seperti sel B, aktivasi sel T yang berhasil membutuhkan  keberadaan  2  sinyal,  sinyal  pengenalan dan  sinyal  kostimulator. Sinyal pengenalan  adalah pengenalan antigen  oleh  reseptor  antigen  pada  permukaan  sel  T  yang dinamakan reseptor sel T (TCR = T-cell receptors) yang menghasilkan pergerakan sel T dari fase istirahat (Go) ke fase G1 dari siklus  sel. Namun,  berbeda  dengan  sel  B  yang  dapat  langsung terikat pada antigen dengan reseptor antigen yang unik (antibodi), TCRs pada sel T CD4+ dan sel T CD8+ hanya dapat mengenali suatu  fragmen antigen yang telah diproses dan disajikan dalam hubungan  dengan  antigen  self  yang  unik  pada  permukaan  sel yang  dinamakan  antigen  MHC  (Major  Histocomptability Complex).

CD8+  sel T  yang mengenali  antigen  target,  berproliferasi dan  diferensiasi  menjadi  sel  T-sitotoksik  CD8+  (Tc),  yang membunuh antigen target dengan mengirimkan sitokin berdosis letal  (limfotoksin  dan  perforin)  atau  langsung  menyebabkan apoptosis. Sel T pengekspresi CD4+ antigen disebut sel T-helper (TH0).  Ikatan  antigen  pada  sel  T-helper  CD4+  menyebabkan proliferasi  dan  diferensiasi  sel menjadi  2  turunan  sel T-helper CD4+ , yaitu sel TH1 dan TH2. Sel TH1 membentuk sitokin (IL-2 dan TNF) yang menstimulasi respons imun dimediasi sel (CMI) melawan patogen intraselular dan sel tumor. Pembentukan sitokin oleh sel TH1 akan membantu pemusnahan antigen target oleh sel makrofag  dari  sistem  imun  non-spesifik. Hal  ini menunjukkan bahwa  sel T-helper CD4+ merupakan  tulang  punggung  sistem imun. Sel TH2 membentuk sitokin (IL-4, IL-5, IL-6) yang berperan sentral  dalam  regulasi  respons  imun  dimediasi  antibodi  (AMI) dalam melawan antigen ekstra-selular dan patogen.  Peran sel T-helper CD4+ menjadi kritis pada AIDS dimana sel ini merupakan target dari virus. Pada inidividu normal, jumlah sel T-helper CD4+ dalam darah berkisar 800-1.200 sel/mm3. Bila jumlahnya berkurang sampai di bawah 200/mm3 berarti kondisi pasien  sudah mengarah  ke  stadium  akhir  dari  infeksi HIV  dan pasien menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik oleh mikroba dan juga kanker seperti sarkoma Kaposi atau limfoma, yang secara normal tidak terjadi pada individu sehat. Kasus AIDS mendukung  pendapat  yang menyatakan  bahwa  imunosupresi  dapat meningkatkan insidensi kanker. Juga mendukung konsep bahwa imunosurveilance tubuh berperan dalam sistem pertahanan tubuh Di  samping  sel T-helper CD4+  dan  sel T-sitotoksik CD8+, terdapat  populasi  lain  dari  sel  limfosit  T  yang  menghambat respons  imun  dengan melepaskan  inhibitor  sitokin.  Sel  ini  dinamakan sel T supresor (Ts).

Allah menyusun manusia dengan bentuk yang terbaik.
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ -٦- الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ -٧- فِي أَيِّ صُورَةٍ مَّا شَاء رَكَّبَكَ -٨-
“Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan-mu Yang Maha Pengasih. Yang telah Menciptakanmu lalu Menyempurnakan kejadianmu dan Menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia Menyusun tubuhmu.”(Al-Infithor 6-8)

Sungguh telah ALLAH ciptakan kita dengan sempurna dan detail, dan ALLAH yang maha baik yang mengatur seluruh kehidupan ini. Maka jangan khawatir dengan rezki jodoh jangan sampai melalaikan perintah ALLAH gara-gara urusan dunia (bekerja/belajar/bermain dll) mengabaikan shalat dan perintah ALLAH. Sel saja yang ukuruannya sangat kecil sudah ALLAH atur, apalagi kita manusia bukankah kita sering dengar rezki/jodoh/maut sudah ALLAH atur, yg belum itu adalah bekal kita setelah mati, amalan yang akan kita bawa itu yang belum ada janjinya yang seharusnya kita berusaha, berlama-lama/memperbanyak, berlombah-lombah dalam kebaikan. Karenai kebaikan itulah yang akan mengundang rahmat ALLAH dan pahala bagi kita. (Ini adalah cambukan bagi penulis yg masih melalaikan/menunda perintah ALLAH, doakan semoga yang menulis maupun yang membaca bisa bersegera dalam melakukan kebaikan)

System kekebalan tubuh

Ada 2 tipe utama dari sel-sel sistem imun spesifik, yaitu sel T  dan  sel  B.  Keduanya  berasal  dari  sel-sel  prekusor sumsum  tulang embrionik yang kemudian  dimodifikasi secara spesifik; yang melalui timus menjadi sel T, yang melalui bursa  limfatikus  dalam  sumsum  tulang,  hati,  limpa,  atau  usus menjadi sel B. Baik sel T maupun sel B beredar dalam darah dan jaringan limfoid seperti kelenjar limfe. Ada beberapa sel T, termasuk sel T-helper,  supresor,  dan  killer. 

Sel  B  berkembang  menjadi  sel plasma yang membentuk antibodi.  Sel T-helper mengontrol dan menjalankan sistem imun spesifik dan memerintah sel-sel lain. Sesudah antigen  dihasilkan  oleh makrofag,  sel T akan menerima atau mengikat antigen dengan suatu reseptor spesifik pada permukaan  sel.  Sel  T  yang  terstimulasi  akan  mengeluarkan mediator  kimiawi  yang  dinamakan  limfokin,  interleukin (IL),  dan interferon(IFN). Mediator  ini  akan mendorong  proliferasi  sel  imun. Pelepasan  mediator  kimiawi  menyebabkan  sel  B  menjadi  sel plasma. Sel plasma membentuk antibodi,  suatu protein  spesifik yang terikat pada bahan penyebab.

Antibodi dinamakan imunoglobulin, dijumpai dalam serum dan  merupakan  komponen  cairan  humoral  utama.  IgG  yang merupakan 80% dari antibodi tubuh, merupakan imunoglobulin yang paling banyak. Antibodi  yang  disekresi  oleh kelenjar  liur adalah  IgA  (13%)  dan  sangat  berperan  dalam  pertahanan  permukaan  mukosa.  IgM  (6%)  merupakan  antibodi  yang  mengaktifkan  sistem  komplemen.  IgD  (1%)  terlibat  dalam  immune tolerance. IgE (1%) terlibat dalam reaksi hipersensitivitas imediat, antibodi  ini menyebabkan  sel mast melepaskan  hitamin  dalam jumlah besar, menyebabkan vasodilatasi berat. 

Interferon  yang  dilepaskan  oleh  sel T,  akan menyebabkan makrofag diaktivasi sedemikian rupa sehingga dapat memfagosit lebih baik dan mematikan benda asing dengan lebih efisien.  Pada saat bersamaan, sel B dan sel T sitotoksik diaktivasi.  Sel-sel ini menjadi banyak dan dapat mengenali antigen pada permukaan sel yang  terinfeksi  oleh  benda  asing.  Sel T-sitotoksik menginjeksi protein  ke  dalam membran  sel  yang  akan membentuk  lubang dalam membran, menyebabkan bagian dalam sel terbuka dan mematikan sel. Di samping mematikan sel-sel yang terinfeksi dengan organisme terutama virus, sel T sitotoksik dapat mematikan sel-sel  tumor. Tumor  dapat mempunyai  antigen  yang  berbeda  dari dirinya sendiri dan sel T-sitotoksik dapat menyerang sel-sel tumor.

Sistem  imun  pada  saat  serangan  organisme  yang  pertama akan mencapai aktivitas  seluler dan humoral yang hebat dalam periode sekitar 1 minggu dan berakhir selama beberapa minggu. Dengan terbunuhnya organisme, terjadi penurunan serangan oleh sistem imun ini. Sel T-supresor menghentikan sistem ini dengan mengirimkan  tanda  untuk  menekan  aktivitas  sitotoksis  dan aktivitas pembentukan antibodi.  Sel T-supresor ini juga menekan terjadinya  perubahan  sel  T  menjadi  sitotoksik  dan  mencegah tubuh menyerang dirinya sendiri.  Sebelum sel T dan sel B hilang, terbentuk sel-sel memori yang beredar dalam darah dan  sistem limfatik untuk bertahun-tahun lamanya. Kemudian bila organisme menyerang  lagi,  sel-sel  memori  ini  segera  mengenali  antigen tersebut dan segera menyerangnya, termasuk di dalamnya adalah antibodi  dalam  serum,  mukus,  saliva,  dan  air  mata  sehingga penyerang dapat mengenalinya dari semua pintu masuk.  Peran sentral pada semua tipe respons imun dilakukan oleh CD4+  sel T-helper.  CD4+  sel T-helper  yang  terstimulasi  oleh antigen, berdiferensiasi menjadi turunan CD4+ sel T-helper, yaitu sel TH1 dan TH2.

Sitokin  yang  dilepaskan  oleh  sel  TH1  membantu  respons imun  selular  dengan  meningkatkan  populasi  sel  T-sitotoksik CD8+ dan aktivasi makrofag yang merupakan faktor yang berperan  dalam  respons  imun  innate/non-spesifik.  Pembentukan sitokin  oleh  makrofag  juga  mengaktivasi  proliferasi  dan  diferensiasi sel T-helper.

KELAINAN RESPONS IMUN
Dapat terjadi banyak masalah dari kerja sistem imun yang keliru atau tidak diharapkan, contohnya alergi, diabetes melitus, artritis reumatoid, penolakan jaringan transplantasi, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), dan tumor ganas limfoma. Alergi hanyalah merupakan kerja sistem imun yang berlebihan terhadap suatu rangsang tertentu yang bagi orang lain tidak mengakibatkan hal demikian. Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh sistem imun yang secara tidak tepat menyerang sel pankreas dan merusaknya. Penyakit radang sendi (artritis reumatoid) disebabkan oleh kerja sistem imun yang tidak sewajarnya pada jaringan sendi. Kegagalan transplantasi organ disebabkan oleh kerja sistem imun berlebih, dan sering kali menolak organ yang ditrans plantasikan

Penyakit  autoimun  terjadi  bila  sistem  imun  gagal  untuk  mengenali  dirinya  sendiri. Pada  keadaan  ini,  antibodi  dibentuk melawan protein hospes yang dianggap sebagai antigen. Kompleks antigen-antibodi  akan  terbentuk  dan  meningkatkan  reaksi. Beberapa  contoh  penyakit  autoimun  adalah  penyakit  artritis reumatoid,  lupus eritematosis sistemik (SLE), tiroiditis, demam reumatik, glomerulonefritis, anemia hemolitika, miastenia gravis, multipel  sklerosis,  dan  diabetes  tipe  I.  Pada  penyakit-penyakit ini, terjadi kekeliruan pada fungsi sistem imun, yaitu menghancurkan sel-sel atau komponen sel tubuh, dengan menganggapnya sebagai antigen. Sebaliknya,  sistem  imun  dapat  bereaksi  berlebihan (imunoproliferatif) dalam bentuk reaksi hipersensitivitas (alergi). Respons  imun  terhadap  swa-antigen  (self-antigen)  terjadi  pada penyakit alergi dan autoimun.

Antigen  yang  dikenal  sebagai  alergen  dapat menghasilkan reaksi  alergi. Alergen  ini  dapat  berupa makanan,  obat,  serbuk sari, debu, kosmetik, tanaman, atau minyak tumbuhan. Penderita alergi membentuk IgE yang terikat pada basofil dalam darah dan sel  mast  dalam  jaringan  sekitar  pembuluh  darah.  Ikatan  IgE terhadap sel mast menyebabkan sel ini melepas granula dalam sel yang mengandung bahan kimia histamin. Histamin melebarkan pembuluh darah, hal ini merupakan suatu aktivitas untuk membawa  sel-sel  imun  ke  daerah  jejas.  Keadaan  ini menyebabkan pembengkakan  dan  radang  yang  berhubungan  dengan  alergi.

Pada  alergi  serbuk  sari, granula-granula  yang  dilepas  oleh    sel mast menyebabkan bersin dan pengeluaran air mata secara tiba-tiba. Pengobatannya adalah dengan antihistamin dan kortikosteroid yang diisap untuk mengurangi radang. Respons anafilaktik dapat membahayakan hidup, menyebabkan syok dan asfiksia. Pada ke adaan ini, epinefrin diberikan untuk melawan efek histamin.

Reaksi hipersensitivitas tipe I, II, dan III melibatkan antibodi. Tipe IV melibatkan sel- T, dan dinamakan reaksi yang dimediator oleh sel atau reaksi tertunda karena membutuhkan waktu sebelum sel  berespons  terhadap  alergen.  Secara  tipikal,  reaksi  dimulai minimal  24  jam atau  lebih  sesudah  serangan, contohnya  reaksi terhadap  cairan monomer  dalam mahkota  selubung  sementara, gigi tiruan, dan mahkota jembatan.  Penyakit yang ditandai oleh reaksi hipersensitivitas tertunda
adalah  tuberkulosis  dan  sifilis  stadium  III.  Penyakit  yang  juga disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tertunda terhadap mikroorganisme adalah demam rematik.

Reaksi hipersensitivitas tipe I juga disebut sebagai hipersensitivitas cepat (immediate hypersensitivity) karena reaksi yang terjadi secara cepat dalam beberapa menit setelah paparan antigen, setelah itu diikuti respon lambat (late-phase reaction) atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang terjadi selang beberapa jam, yaitu reaksi inflamasi yang disebabkan oleh adanya infiltrasi sel-sel inflamasi seperti neutrofil, eosinofil, dan makrofag.Reaksi hipersensitivitas tipe I ini merupakan gabungan dari reaksi alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL) terhadap paparan suatu alergen. Hipersensitivitas tipe I adalah reaksi hipersensitivitas yang terjadi ketika antigen berikatan dengan antibodi immunoglobulin E (IgE) pada permukaan sel mast yang menyebabkan sel mast mengalami degranulasi dan mengeluarkan beberapa mediator inflamasi. Alergen yang terlibat di reaksi hipersensitivitas ini merupakan antigen spesifik yang pada individu normal tidak menunjukan gejala klinis, namun beberapa individu merespon substansi tersebut dengan memproduksi sejumlah besar IgE dan mengakibatkan terjadinya berbagai manisfestasi klinis alergi


Sistem imun merupakan suatu jejaring yang didesain untuk homeostasis molekul  yang  besar  (oligomer)  dan  sel  berdasarkan pada proses pengenalan yang spesifik. Pengenalan dari  struktur  suatu  oligomer  oleh  reseptor  sel  imun merupakan komponen penting dari kekhususan sistem imun. Sistem  imun  terbentuk  dari  jejaring  kompleks  sel  imun, sitokin,  jaringan  limfoid,  dan  organ,  yang  bekerja  sama  dalam mengeliminasi  bahan  infeksius  dan  antigen  lain. Antigen  yang merupakan substansi yang menimbulkan respons imun (misalnya bakteri, serbuk sari, jaringan transplantasi),  mempunyai beberapa komponen yang dinamakan epitop. Tiap-tiap epitop menimbulkan pembentukan antibodi spesifik atau menstimulasi sel  limfosit T spesifik. Antigen merupakan generator antibodi. Obat antigenik yang digunakan untuk mendidik sistem imun dinamakan vaksin. Bentuk modifikasi dari antigen original digunakan dalam bentuk vaksinasi dengan tujuan  menstimulasi pembentukan sel T dan sel B memori tanpa menyebabkan suatu penyakit. Apabila bahan  infeksius  tidak dapat  dihentikan  oleh barier fisik dan khemis, bahan infeksius akan masuk melalui kulit atau membran  mukosa  dan  selanjutnya  mengawali  terjadinya  lini pertama dari mekanisme pertahanan imunologi yang dinamakan respons  imun  innate  atau  nonspesifik  atau  alami.  Bila  bahan patogen tidak dapat dieliminasi oleh respons imun innate, penyakit akan menyerang sehingga respons imun adaptif atau spesifik atau didapat akan diaktivasi, agar tubuh pulih kembali.

Respons  imun  dikategorikan menjadi  respons  imun  innate (alami/nonspesifik: sel B) dan respons imun adaptif (spesifik : sel T). Contoh komponen  imunitas  innate  adalah  sel  fagosit  (sel  monosit, makrofag, neutrofil) yang secara herediter mempunyai sejumlah peptida antimikrobial dan protein yang mampu membunuh bermacam-macam bahan patogen, bukan hanya satu bahan patogen yang spesifik. Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat sesudah  terpapar oleh suatu bahan patogen. Pada respons  imun adaptif spesifik, sel limfosit (sel T dan sel B) merupakan komponen dasar  yang  berperan  penting, mengindikasikan  adanya  respons imun yang spesifik. Kemampuan sel T dan sel B untuk mengenali struktur spesifik oligomer pada suatu bahan patogen dan membentuk progeni juga merupakan struktur yang dikenali, dan membuat sistem imun mampu merespons lebih cepat dan efektif ketika terpapar kembali dengan bahan patogen tersebut. 
Dengan demikian, dua  perbedaan penting dari respons imun innate  dan  adaptif  adalah  respons  imun  adaptif  lebih  spesifik untuk  bahan  patogen/antigen  tertentu  dan meningkat  pada  tiap paparan selanjutnya oleh antigen yang sama. Namun, keduanya bekerja sama pada beberapa tahapan (misalnya, dengan melepas faktor stimulus sitokin) untuk merusak antigen penyerang.

Sistem  imun meningkat  saat  tidur  dan  istirahat,  dan melemah oleh stres. Diet dapat memengaruhi sistem imun, contohnya buah segar,  sayuran,  dan  makanan  kaya  asam  lemak  tertentu  dapat memelihara kesehatan sistem imun. Asupan nutrisi yang kurang pada  janin  dapat  menyebabkan  penurunan  sistem  imun  untuk seumur  hidupnya. 

Apa hubungan alergi dan system pertahanan tubuh???

Akibat yang sering terjadi pada penderita alergi  adalah seringkali mengalami keluhan batuk, pilek dan demam . Seringkali yang lebih utama keadaan batuk pilek yang diderita sebenarnya bukan gejala langsung alerginya tetapi akibat daya tahan tubuh menurun sehingga sering terjadi infeksi saluran napas berulang . Infeksi berulang inilah  yang seringkali dianggap sebagai gejala alergi .

Suplementasi bahan makanan dianggap sebagai solusi terbaik yang dapat dilakukan untuk menaikkan daya tahan tubuh ataupun imunitas. Hal ini dikarenakan suplementasi bahan makanan tersebut tidak memiliki efek samping terhadap tubuh. Suplementasi bahan makanan alam yang mengandung imunostimulan sangat berguna bagi tubuh, karena immunostimulan sangat diperlukan untuk memacu laju biosintesis immunoglobulin sebagai protein yang mempunyai aktivitas antibodi untuk sistem kekebalan tubuh
Suplemen makanan dapat berupa elemen-mineral, vitamin atau zat gizi lain seperti serat, asam amino, asam lemak maupun zat esensial lain. Beberapa suplemen memang mengandung bahan berkhasiat yang berasal dari alam, sehingga dalam keadaan tertentu pemberian suplemen memang dianjurkan.
Namun, banyak orang salah persepsi tentang suplemen. Mereka beranggapan suplemen adalah obat yang mampu menggantikan makanan pokok. Padahal menurut BPOM, suplemen tidak boleh diklaim mampu mencegah atau menyembuhkan penyakit tertentu akan tetapi hanya bisa mengurangi risiko terjadinya sesuatu akibat penyakit tersebut, bukan mengobati penyakitnya.
Sistem kekebalan tubuh berfungsi sebagai pelindung terhadap zat-zat berbahaya, seperti bakteri dan virus. Namun pada penderita alergi, sistem imun tubuh juga bereaksi terhadap zat-zat yang tidak berbahaya, yang disebut alergen. Alergen biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan masalah bagi orang lain. Namun bagi orang memiliki alergi, sistem kekebalan tubuh terlalu sensitif sehingga bahan tak berbahaya pun menyebabkan respon. Bahan kimia seperti antihistamin pun diproduksi oleh tubuh dan menyebabkan reaksi alergi yang biasa kita lihat atau alami. 
Beberapa hal yang sering menjadi pemicu alergi adalah:
  • obat-obatan
  • debu
  • makanan
  • racun serangga
  • serbuk sari
  • binatang peliharaan dan bulu binatang
  • jamur
Beberapa alergi dapat terjadi karena suhu panas atau dingin, sinar matahari, atau lingkungan. Terkadang, menggaruk atau menggesek kulit juga dapat menyebabkan gejala alergi. 
KIE yang bisa diberikan adalah, bapak N sebaiknya menghindari makan udang dan pemicu terjadi alergi, karena alergi terjadi akibat sistem kekebalan tubuh terlalu sensitif sehingga bahan tak berbahaya pun menyebabkan respon sedangkan suplemen yang sering dikonsumsi itu sebagai upaya untuk meningkatkan daya tahun tubuh saat tubuh kekurangan. Kita selaku apoteker memberikan obat cetirizin sebagai antihistamin yang tidak menimbulkan efek ngantuk
GOLONGAN OBAT ANTIHISTAMIN
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
Ø  Antagonis H1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat reaksi alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
Ø  Antagonis H2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita pada tukak lambung serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Ø  Antagonis H3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik.

Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dangan jalan memblokir reseptor histamin (penghambatan saingan).

Histamin adalah suatu amin nabati yang ditemukan oleh Dr.Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dan pertukaran zat histidin. Asama amino ini masuk ke dalam tubuh terutama lewat daging dan di jaringan (juga di usus halus) di ubah secara enzimatis menjadi histamin (dekarboksilasi).

Biasanya dengan istila “antihistaminika” selalu dimaksud H1-blokers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki  berbagai khasiat lainnya, yakni daya antikolinergis, antiemetis, dan daya menekan SSP (sodatif), sedangkan beberapa di antaranya mempunyai efek antiserotonin dan lokal anestetis (lemah).

1. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H1 (Antihistaminika Klasik)
Golongan ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu:
•   Senyawa Etanolamin; antara lain Difenhidramin, Dimenhidrinat Karbinoksamin maleat.
•   Senyawa Etilendiamin; antara lain Antazolin, Pirilamin, dan Tripelenamin.
•   Senyawa Alkilamin; antara lain Fenirarnin, Klorfeniramin, Bromfeniramin, dan Deksklorfeniramin.
•   Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin, Klorsiklizin, dan Homoklorsiklizin.
•   Senyawa Fenotiazin; antara lain Prometazin, Metdilazin, dan Oksomemazin.
•   Senyawa lain‑lain; yaitu Dimetinden, Mebhidrolin, dan Astemizol.

Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.

2. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H2 (Penghambat Asma)
Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos, pembuluh darah mempuntai kedua reseptor yaitu H1 dan H2.
-Struktur 
Antihistamin H2 secara struktur hampir mirip dengan histamin. Simetidin mengandung komponen imidazole, dan ranitidin mengandung komponen aminomethylfuran moiety. 

3. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

 4. ANTAGONIS RESEPTOR HISTAMIN H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.


PRINSIP 
Penyakit imun ini dapat dikelompokan dalam 3 jenis reaksi utama. Pertama penyakit tersebut dapat disebabkan reaksi abnormal dan hebat dalam usaha menetralkan efek antigen tertentu. Intoleransi berlebihan ini menghasilkan sejumlah proses yang disebut reaksi alergi. Kedua bila ada penekanan reaksi terhadap antigen, proses patologis yang terjadi secara garis besar disebut imunodefisiensi, yang dapat disebabkan oleh kurangnya komponen dari sistem komplemen, efek pada aktivitas fagositik makrofag dan neutrofil, atau disebabkan kelainan pada limfosit B dan T. Ketiga adanya limfosit T yang menyerang antigen sendiri menyebabkan penyakit autoimun. Dalam hal ini, jaringan terkena atau bahkan dihancurkan oleh sel T yang dihasilkan di dalam organisme terhadap diri sendiri (Junqueira,2007).

Daftar pustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar